Alamat
Grha RUN System
Jl. Pakuningratan No.15,
Cokrodiningratan, Jetis,
Yogyakarta,
55233
Representative Office
Treasury Tower
Lt. 10 Unit I, District 8 Lot.28 SCBD
Jl. Jenderal Sudirman kav.52-53, Jakarta 12190
Berbicara mengenai dunia bisnis tentu tak akan lepas dari bahasan mengenai omzet dan aset yang dimiliki perusahaan. Mengapa? Sebab secara langsung dua hal ini akan berpengaruh pada skala bisnis yang dimiliki. Secara mendasar, perbedaan UKM dan UMKM juga dapat dilihat dari beberapa faktor, termasuk dua yang disebutkan sebelumnya.
Meski pada banyak konteks masyarakat masih sering memiliki persepsi salah, pada kenyataannya kedua jenis usaha ini memiliki setidaknya 6 perbedaan yang mendasar. Jelas, dari segi penjelasannya pun sudah berbeda. UKM adalah singkatan dari Usaha Kecil dan Menengah, sedangkan UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Lalu apa saja perbedaan keduanya? Anda bisa simak penjelasannya di bawah ini.
Baca Juga: Berkenalan dengan 3 Implementasi ERP System dalam Bisnis, Ini Dia!
Jika melihat UU Nomor 20 Tahun 2008, usaha mikro dituliskan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak hingga Rp300.000.000, kemudian usaha kecil memiliki omzet antara Rp300.000.000 hingga Rp2.500.000.000, lalu usaha menengah memiliki omzet tahunan antara Rp2.500.000.000 sampai dengan Rp50.000.000.000.
Jelas di sini, UMKM yang masih memasukkan golongan usaha mikro artinya memasukkan skala usaha dengan omzet kurang dari Rp300.000.000 per tahun, sedangkan pada UKM, skala usaha yang dimasukkan mulai dari usaha kecil dengan omzet antara Rp300.000.000 hingga usaha menengah yang omzetnya mencapai Rp50.000.000.000.
Dalam skala kekayaan bersih milik sebuah usaha, pembagiannya dilakukan ke dalam tiga poin berbeda.
Jadi idealnya, UMKM yang masih memasukkan golongan usaha mikro masih mencakup usaha dengan kekayaan bersih dibawah Rp50.000.000, sedangkan pada golongan UKM kategori pertama ini sudah tidak lagi dimasukkan ke dalam kelompok usahanya.
Mengacu pada definisi yang disebutkan Badan Pusat Statistik, ketiga skala usaha ini juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimilikinya. Dengan demikian, pembagiannya menjadi jelas dan gamblang.
Usaha dengan skala mikro akan memiliki tenaga kerja antara 1 hingga 5 orang. Usaha dengan skala kecil, tenaga kerja yang dimilikinya adalah 6 hingga 19 orang. Baru kemudian usaha dengan skala menengah memiliki tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang.
Dengan begini, perbedaan UKM dan UMKM terkait jumlah tenaga kerja akan sangat jelas karena didefinisikan dalam jumlah tenaga kerja yang pasti.
Pada poin keempat perbedaan UKM dan UMKM ini terdapat kunikan. Jika pada tiga poin sebelumnya angka atau jumlah yang dimiliki skala UMKM lebih kecil daripada UKM, maka yang terjadi pada jumlah modal awal justru berbalik.
Jumlah modal awal untuk mendirikan UKM adalah sebesar Rp50.000.000, sedangkan modal awal untuk mendirikan UMKM mencapai Rp300.000.000 atau dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah terkait, untuk pembiayaan modal.
Mengapa fenomena ini bisa terjadi?
Sebab secara mendasar, UMKM dianggap memiliki pengaruh lebih besar pada perkembangan ekonomi makro, sehingga pemerintah bisa memberikan bantuan sejumlah modal. UKM, di sisi lain, sifatnya lebih kepada bisnis perorangan dengan usaha dan keuntungan yang kecil.
Dalam merintis usaha, dalam skala apapun, terdapat pihak yang bisa dimintai pembinaan. Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014, berikut penjelasan pihak yang melakukan pembinaan usaha pada setiap skala.
Dengan pembagian jelas ini, setiap jenis dan skala usaha bisa mendapatkan pembinaan. Idealnya, pembinaan ini diberikan agar setiap usaha mampu meningkatkan skala usahanya, dan menjadi satu entitas bisnis yang menguntungkan dengan omzet lebih besar dari waktu ke waktu.
Untuk urusan pajak sendiri, peraturan yang digunakan sebagai acuan adalah PP Nomor 23 Tahun 2018. peraturan ini menyebutkan wajib pajak yang memiliki penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000 akan dikenakan pajak penghasilan bersifat final sebesar 0,5%. Pelaku bisnis yang termasuk dalam omzet tersebut tidak wajib memungut dan membayar PPN pada setiap transaksi, namun harus memungut PPh Final 0,5%.
Pada skala usaha skala menengah, dan memiliki peredaran bruto lebih dari Rp4.800.000.000, maka pengusaha tidak lagi bisa memungut PPh Final 0,5% ini, melainkan harus menggunakan PPN atas setiap transaksi yang dilakukannya.
Terkait bahasan pajak, selain PPh Final dan PPN pelaku usaha UKM dan UMKM juga memiliki kewajiban pajak lain. Mulai dari PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 23. Dengan catatan wajib pajak atau pengusaha memenuhi syarat dan ketentuan yang tercantum dalam masing-masing regulasi pajak tersebut.
Baca Juga: Hindari Kebangkrutan dengan Manajemen Risiko Bisnis, Ini 9 Caranya!
Tampak jelas bukan perbedaan UKM dan UMKM yang dijelaskan di atas? Meski memiliki banyak perbedaan, pada dasarnya dua jenis bisnis ini tetap memerlukan optimalisasi dari dalam dan luar perusahaan. Maka dari itu, untuk segmen bisnis menengah, R1 hadir menjadi partner terbaik Anda.
R1 memiliki banyak modul yang bisa digunakan dalam rangka mengoptimalkan kinerja perusahaan. Masing-masing fitur bisa digunakan secara terpisah, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Memahami benar apa perbedaan UKM dan UMKM, R1 hadir secara optimal untuk skala bisnis menengah guna memberikan akselerasi pertumbuhan dan kinerja hingga bisa terus berkembang. Gunakan berbagai modul berguna dari R1 sekarang, dan maksimalkan semuanya!